Gedhe Nusantara

Penyelenggaraan pelayanan publik rentan akan praktik diskriminasi, khususnya menimpa pada kelompok minoritas maupun marginal. Faktor lemahnya penegakan hukum menjadi akar masalahnya. Kondisi itu diperparah dengan kemampuan aparat dalam melayani warga negara. Praktik diskriminasi dalam pelayanan publik berlangsung di semua tingkatan, baik pusat, daerah, maupun desa.

Sejatinya, prinsip nondiskriminasi—baik terhadap suku, agama, ras, kepercayaan, antar golongan dan gender—sudah menjadi prinsip penyelenggaraan pelayanan publik. Undang-Undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan prinsip persamaan perlakuan/tidak diskriminatif menjadi nilai dasar penyelenggaraan pelayanan publik (Pasal 4 huruf g). Hal itu dikuatkan oleh UU No 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah maupun UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa. Intinya, penyelenggaraan publik harus menghapus diskriminasi suku, agama, dan kepercayaan, ras, antar golongan dan gender.

Desa Inklusi merupakan gagasan yang didorong oleh pemerintahan Jokowi-JK. UU No. 6 tahun 2014 pasal 80 secara jelas menyebut perihal desa inklusi. Desa sebagai entitas pemerintahan dan sosial kemasyarakatan dipandang sangat strategis untuk mewujudkan atmosfer yang toleran dan menjunjung tinggi keberagaman. Desa inklusi menerapkan menggunakan prinsip keterbukaan bagi semua, termasuk membuka ruang dialog dan interaksi secara terus-menerus.

Meski desa adalah entitas pemerintahan dan kemasyarakatan terkecil di Indonesia, desa tengah bergeser menuju masyarakat yang majemuk. Masyarakat umum yang tidak terbiasa hidup dalam kemajemukan cenderung memandang negatif hal-hal yang belum atau baru diketahuinya, serta menganggap hal-hal atau kelompok baru merupakan bagian entitas yang eksklusif. Ambil contoh, di wilayah perdesaan telah muncul gerakan sosial keagamaan eksklusif yang seharusnya dpat direspon secara arif dengan mengedepankan nilai-nilai inklusivisme.

Pemerintah desa merupakan lembaga desa yang harus merespon secara cepat dan tepat beragam perbedaan yang ada di masyarakat. Prinsip-prinsip inlkusi harus mampu diterapkan dalam tata kelola pemerintahan desa, tak terkecuali penyelenggaraan pelayanan publik di desa. Prinsip inklusi harus ditempatkan sebagai prinsip dasar dalam membuat kebijakan desa, termasuk menyikapi fenomena dan konflik sosial keagamaan di tengah masyarakat.

Melalui workshop ini, the Wahid Institute dan Gerakan Desa Membangun (GDM) berupaya untuk mendorong dan menerapkan prinsip inklusif dalam perancangan peraturan desa maupun standar operasional pelaksanaan program desa. Workshop akan dilaksanakan di dua kabupaten, yaitu Banyumas (Jawa Tengah) dan Majalengka (Jawa Barat). Bila konsep Desa Inklusi mampu diwujudkan maka desa menjadi lingkungan kehidupan bermasyarakat yang mengedepankan semangat keterbukaan, toleran, nondiskriminasi.

Apakah artikel ini bermanfaat bagi Anda?
YaTidak