- Open Source Bukan OS Alternatif - 3 Juli 2020
- Mengapa Dunia Pendidikan Harus Belajar Gunakan Open Source Software - 9 Maret 2020
- Strategi Tingkatkan Angka Partisipasi Sekolah - 5 Maret 2020
Meski sering melakukan perjalanan ke Jakarta, untuk kali pertama saya berkunjung ke markas para pendekar Kali Ciliwung. Usai rapat kerja di Kementerian Desa, Arief Setyabudi, Team Leader Konsultan Nasional Pengembangan Program (KNPP), mengajak mampir ke Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) di Kawasan Pejaten Timur, Pasarminggu, Jakarta Selatan.
Kunjungan ini membuka wawasan baru tentang pinggiran sungai. Bukan rahasia umum, pinggiran sungai di Jakarta identik dengan permukiman kumuh, gaya hidup jorok, dan penyebab/korban banjir. Situasi berbeda saya lihat di KPC, mereka menempatkan sungai tak sekadar aliran air, tapi sungai sebagai ruang kehidupan dan peradaban.
Bermodal kearifan lokal, KPC mampu bersiasat untuk membangun lingkungan yang nyaman, bahkan menjadi destinasi wisata di tengah hingar-bingar ibukota. Kini, KPC mengelola lahan seluas 2.000 meter untuk dijadikan lahan terbuka hijau dan tempat kegiatan sosial-budaya bagi komunitas.
Awalnya, lokasi itu adalah tempat pembuangan sampah. Kondisinya jorok, bau, dan menyedihkan. Lalu, warga setempat mengurug lahan tersebut dan ditanami pepohonan. Kini warga sudah dapat memanfaatkannya sebagai ruang publik baru, tempat untuk kegiatan bagi anak-anak. Di sini ada kegiatan belajar tari, musik, akting, permainan, bahkan pesta pernikahan.
Penataan lingkungan di Jalan Kemuning Dalam I tak lepas dari kerja keras Arief Setyabudi. Insinyur Sipil jebolan Universitas Brawijaya ini mampu mendampingi masyarakat di pinggiran Sungai Ciliwung untuk mengembangkan tata pemukiman dan tata guna lahan. Tak hanya itu, masyarakat mampu mengembangkan teknologi untuk normalisasi sungai.
Baginya, sukses pendampingan KPC itu ditandai oleh lahirnya pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan masyarakat yang lebih peka pada lingkungannya, yaitu sungai. Ambil contoh, masyarakat sepakat untuk tidak mendirikan rumah di bantaran sungai karena akan mengganggu ekosistem sungai. Cara ini juga mampu mengurangi risiko bencana saat air sungai Ciliwung meluap atau banjir.
KPC memaknai normalisasi sungai sebagai pengembalian ekosistem dan habitat sungai yang alami. Program betonisasi di sepanjang Sungai Ciliwung akan mengganggu ekosistem sungai. Ada hewan-hewan yang biasanya keluar mencari makan ke sungai, seperti biawak, musang, dan ular sanca, akan kesulitan usai bibir sungai dibeton.
Untuk dapat terus menjaga kelestarian budaya dan martabat Kali Ciliwung, KPC mendirikan Sekolah Sungai Jakarta (SSJ). SSJ berfungsi untuk mencetak fasilitator yang tanggap bencana, tanggap masalah air dan reboisasi, serta paham aturan hukum yang mengatur Daerah Aliran Sungai (DAS).