Gedhe Nusantara

Yossy Suparyo
Ikuti:

Yayasan Gedhe Nusantara (Gedhe Foundation) diundang Badan Penelitian dan Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan, dan Informasi, Kementerian Desa, Transmigrasi dan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal untuk mengikuti Diskusi Meja Bundar pada Senin (30/11) di Hotel Aston Priority Simatupang, Jakarta. Gedhe diminta untuk memberikan pendapat mengenai “Jalan Tengah Transformasi Desa Menuju Kemandirian.

Acara ini bertujuan untuk mencari sinergi dua pendekatan pembangunan yang diatur dalam UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa, yaitu Desa Membangun dan Pembangunan Desa. Undangan diskusi dilatari oleh keberhasilan program Gedhe dalam tata kelola sumberdaya desa melalui Gerakan Desa Membangun (GDM) yang mempelopori praktik tata pemerintahan yang baik dan bersih di desa-desa.

Gedhe diwakili oleh Yossy Suparyo, Direktur Eksekutif sekaligus koordinator GDM. Dia berbagi tentang latar belakang munculnya GDM, strategi pengorganisasian, jaringan kerja, hingga terlibat aktif dalam pembahasan UU Desa. Menurutnya, kata Desa Membangun menjadi semangat kolektif desa-desa untuk mengambil inisiatif pengelolaan sumberdaya desa secara lebih baik.

Sebelum ada UU Desa, desa diatur dalam UU No 32 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Desa ditempatkan sebagai bagian dari pemerintahan kabupaten sehingga peran desa cenderung mengurusi tugas-tugas perbantuan. Desa tidak memiliki keleluasaan dalam merencanakan pembangunan karena kewenangan budgeting dipegang penuh oleh Pemkab.

Kondisi tersebut mendorong desa untuk lebih kreatif dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Desa-desa yang tergabung dalam GDM secara mandiri mengembangkan kemampuan dalam mengelola potensi dan produk unggulannya menjadi modal dasar pembangunan.

Ada lima kegiatan yang menjadi fokus kerja GDM, yaitu (1) mendorong penyelenggaraan pelayanan publik yang baik, efektif dan efisien; (2) pengembangan tata perencanaan, penganggaran, pelaksanaan pembangunan yang akuntabel dan transparan; (3) mengelola Sumber Daya Desa yang berkelanjutan dengan kearifan kolektif masyarakat desa; (4) penerapan teknologi tepat guna secara mandiri dan berbasis sumber terbuka (open source), dan (5) perlindungan warga desa yang migrasi ke luar negeri atau buruh migran.

Apakah artikel ini bermanfaat bagi Anda?
YaTidak