- Open Source Bukan OS Alternatif - 3 Juli 2020
- Mengapa Dunia Pendidikan Harus Belajar Gunakan Open Source Software - 9 Maret 2020
- Strategi Tingkatkan Angka Partisipasi Sekolah - 5 Maret 2020
Desa Inklusif menjadi tema Festival Budaya Nusantara di Desa Kalikudi, Kecamatan Adipala, Kabupaten Cilacap. Festival ini berlangsung pada Jumat-Minggu, 25-27 September 2015. Acara berlangsung meriah, ribuan warga terlibat dalam festival desa itu, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga manula. Balai Desa Kalikudi ramai dikunjungi warga yang mengikuti acara festival.
Acara ini dihadiri budayawan Ahmad Tohari, AlZastrow Ngatawi, Bupati Cilacap, Sutoro Eko (Tim Ahli Kemendesa), Joko Pristiwanto (Koordinator APDESI Banyumas Raya), Syaiful Mustain (Lakpesdam Cilacap), dan para pemuka kelompok penganut kepercayaan.
Festival Budaya Nusantara digagas oleh Adat Tradisi Anak Putu (ATAP) Kalikudi, Pemerintah Desa Kalikudi, Lakpesdam NU Cilacap, dan MWC NU Adipala. Desa Kalikudi merupakan desa yang mampu menerapkan prinsip-prinsip inklusi sosial dalam tata sosial di desa. Kelembagaan adat dan budaya dalam ATAP menjadi simpul kerukunan warga.
Festival ini bertujuan untuk mengkampanyekan gerakan desa inklusif. Nakam Wimbo Prawiro (47), Ketua Panitia, berpendapat inklusi sosial merupakan proses dinamis untuk membawa mereka (individu maupun kelompok) yang termarjinalkan (tereklusi) kembali ke dalam kehidupan sehari-hari.
“Keanekaragaman ras, warna kulit, keyakinan, dan tradisi merupakan anugrah yang tak perlu dipertentangkan. Bhineka Tunggal Ika,” jelasnya.
Lilis Nurul Husna, Dewan Pembina Yayasan Bina Desa, berpendapat inklusi sosial dapat dilakukan melalui tiga strategi. Pertama mendekatkan kelompok marginal ke kelompok utama dengan mengurangi sekat yang membatasi mereka atas akses ikatan sosial, seperti hubungan sosial, lembaga sosial, dan identitas bersama. Pendekatan ini memerlukan kesediaan pihak marginal untuk berkompromi dengan norma yang berlaku secara umum
Kedua, memperluas ruang penerimaan dan rekognisi sosial sehingga individu maupun kelompok marginal tetap berada dalam ikatan sosial yang mereka butuhkan. Pendekatan ini memerlukan kesediaan pihak mayoritas untuk mengakui kelompok minoritas tetap sebagai bagian dari mereka.
Ketiga, mendorong kebijakan pemerintah yang inklusif sehingga muncul kebijakan dan praktik penyelenggaraan pemerintahan yang konsisten terhadap perlindungan dan penerimaan bagi semua warganya. Pendekatan ini memastikan tata kehidupan nirdiskriminasi diatur dalam kebijakan pemerintah.
Lilis berharap Undang-Undang No 6 tahun 2014 tentang Desa tidak dimaknai sekadar urusan administrasi dan tata pemerintahan. Desa-desa dapat mendorong terwujudnya inklusi sosial di desa melalui Musyawarah Desa. Musyawarah Desa menjamin keterlibatan semua unsur di desa.
“Kewenangan lokal berskala desa dapat menjamin keanekaragaman corak masyarakat tumbuh berkembang sebagai hal yang normal,” lanjutnya.
Kegiatan dalam festival ini disebarluaskan melalui beragam media massa. Penyebarluasan informasi dilakukan oleh para Relawan Desa Cilacap (Gerakan Desa Membangun) yang mengelola media center. Mereka memanfaatkan media sosial (twitter, facebook, whats app, instagram), blog, website, dan media cetak untuk mengkampanyekan gagasan desa inklusif.
Aneka kegiatan masuk dalam rangkaian acara festival, seperti sarasehan budaya, pentas seni, doa bersama, seminar desa, nonton film, kirab budaya, dan pagelaran wayang kulit. Semua acara menunjukkan indahnya hidup damai dalam keanekaragaman yang ada di masyarakat Desa Kalikudi.