Gedhe Nusantara

Prinsip tanggung renteng dapat menjadi tata nilai dan sistem di dunia koperasi, khususnya koperasi simpan-pinjam. Sebagai tata nilai, tanggung renteng maujud dalam kesalingpercayaan, musyawarah, kebersamaan, keterbukaan, dan tanggung jawab. Tanggung renteng mendorong lahirnya sistem yang menjamin tujuan koperasi dapat tercapai secara kolektif.

Demikian poin penting yang dibahas dalam Kopdar Pelaku Ekomomi-Koperasi Banyumas, Kamis (21/7) di Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT) Kawasan Dukuhwaluh, Purwokerto. Acara ini dihadiri 40 pelaku ekonomi koperasi yang tersebar di eks karisidenan Banyumas. Kopdar ini mempertemukan para anggota group online di dunia nyata.

Prinsip tanggung renteng telah melahirkan banyak koperasi yang kuat dengan jumlah aset yang besar. Konsep ini diperkenalkan oleh para pegiat koperasi di Jawa Timur, khususnya Malang. Konon, Grameen Bank pernah belajar dan mengadopsi prinsip ini dalam pengembangan bisnisnya. Langkah tersebut membawa pendiri Grameen Bank, Muhammad Yunus, meraih penghargaan internasional, nobel perdamaian.

Berkaca dari kesuksesan itu, para pelaku koperasi di Indonesia seharusnya mampu menerapkan prinsip tanggung renteng sebagai tata nilai dan sistem. Secara budaya, pendekatan itu cocok dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang masih komunal. Koperasi simpan pinjam di Indobesia seharusnya mampu sejajar dengan bank konvensional maupun lembaga keuangan mikro liberal lainnya.

Apa itu sistem tanggung renteng? Tanggung renteng dapat dijelaskan lewat ilustrasi berikut: Sebuah koperasi keanggotaannya terbagi dalam beberapa kelompok. Satu kelompok katakanlah terdiri dari 20 orang. Apabila salah satu anggota membutuhkan dana dan dia ingin meminjam uang dari koperasi, maka 20 orang anggota kelompok tersebut bermufakat untuk menyetujui pinjaman atau tidak. Kelompok juga merumuskan aturan pengembalian, bentuk cicilan, dan sebagainya, termasuk resiko dan keuntungan yang ditanggung bersama.

Tanggung renteng melahirkan wewenang untuk menentukan anggota mana yang berhak mendapatkan pinjaman. Asumsinya, anggota kelompoklah yang lebih mengetahui kebutuhan dan kesanggupan anggota dalam mempertanggungjawabkan dana yang dipinjam. Apabila ada anggota yang meminjam tadi tidak dapat membayar cicilan, maka cicilan itu akan ditanggung bersama oleh seluruh anggota kelompok sehingga tidak ada penunggakan cicilan pada koperasi.

Di sini nilai saling percaya dan kebersamaan tersemi. Setiap anggota memiliki rasa empati pada anggota lain dan masyarakat sekitarnya. Pada jangka panjang akan membentuk karakter dan citra diri anggota koperasi, seperti saling menolong, kekeluargaan, rela berkorban, jujur, saling menghormati, kerjasama, kesabaran, komunikatif, dan tidak egois. Karakter dan citra diri tersebut tak sekadar slogan, namun tercermin dalam cara hidup anggota koperasi di kehidupan sehari-hari.

Sebagai tata nilai, tanggung renteng harus ditanamkan pada anggota dan pengelola. Pengalaman Koperasi Wanita Pengusaha Indonesia (Kowapi) Banyumas, tata nilai itu mampu menekan tunggakan hingga 0 prosen. Tak heran Kowapi Banyumas mampu memiliki aset 9 milyar dengan jumlah sekitar 200 orang. Besaran dana yang dipinjam per anggota menembus angka 400 juta.

Kunci untuk mengoperasikan tata nilai ada pada pengelompokan anggota. Kelompok-kelompok anggota koperasi wajib mengadakan pertemuan rutin. Lewat pertemuan, anggota Kowapi saling berinteraksi membahas aktivitas simpan-pinjam, termasuk merumuskan sanksi dan penghargaan yang diterapkan.

Dalam pertemuan kelompok juga dirumuskan proses penerimaan/mengeluarkan anggota, penentuan berapa besar pinjaman yang bisa didapatkan oleh setiap anggota, kewajiban semua anggota (khususnya setoran angsuran), dan semua permasalahan yang terjadi di koperasi. Karena dilakukan secara musyawarah maka apapun hasil pertemuan harus ditaati seluruh anggota dalam kelompok tersebut.

Tanggung renteng membentuk nilai kedisiplinan setiap anggota koperasi. Mereka harus disiplin waktu, disiplin dalam menjalankan aturan yang telah ditentukan pengelola maupun hasil kesepakatan kelompok. Pelanggaran terhadap kedisiplinan akan terkena sanksi, bukan saja si pelanggar sendiri tapi juga bisa seluruh anggota dalam kelompok tersebut.

Sebagai sistem, tanggung renteng merupakan alat kontrol dan kendali bagi pelbagai dinamika anggota dan keuangan (layanan kredit anggota) di tingkat kelompok. Oleh karena itu, syarat mutlak bisa diberlakukannya tanggung Renteng adalah adanya pengelompokkan
anggota.

Tanggung renteng adalah tanggung jawab bersama di antara anggota di satu kelompok, atas segala kewajiban terhadap koperasi dengan dasar keterbukaan dan saling mempercayai.

Pengalaman Kowapi Banyumas, tanggung renteng menciptakan lingkungan kerja yang kondusif bagi seluruh anggota untuk mewujudkan target koperasi dan anggota. Sistem akan bekerja maksimal apabila tiga kondisi berikut ini terpenuhi.

Pertama, Kelompok. Pengelompokkan anggota dalam jumlah tertentu dapat dilakukan berdasarkan kedekatan tempat tinggal, hubungan emosional, maupun kelompok kepentingan. Ambil contoh, kelompok bisa berisi anggota yang tinggal di wilayah tertentu; bisa juga karena memiliki hobi/kegemaran yang sama; bisa juga karena afiliasi jenis kerja dan profesi.

Kedua, Kewajiban. Kewajiban di sini meliputi (1) menghadiri pertemuan kelompok, misalnya sebulan sekali; (2) membayar simpanan wajib dan simpanan lainnya yang telah ditetapkan di koperasi masing-masing; (3) membayar angsuran pinjaman; (4) mengembangkan anggota kelompok (mencari tambahan anggota baru); (5) mengadakan musyawarah; (6) mentaati segala peraturan yang meliputi : AD/ART dan peraturan yang lainnya; serta (7) menjaga kelangsungan hidup dan nama baik kelompik dengan melaksanakan administrasi tertib dan mengadakan koordinasi kelompok.

Ketiga, Peraturan. Peraturan merupakan kesepakatan tertulis yang harus disepakati dan dijalankan oleh semua pihak.

Kowapi menyarankan penerapan tanggung renteng melalui tiga fase, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ketiga fase tersebut dapat dijelaskan dalam tabel di bawah ini:

Fase Persyaratan dan Kondisi
Persiapan 1. Informal kondisi sosial, budaya dan ekonomi anggota
2. Pembentukan kelompok dan sistematika pengelolaan kelompok
3. Kesiapan tenaga pembina dari koperasi (Pengurus/ppl)
4. Kesiapan materi awal berupa tata nilai Tanggung Renteng dan tata laksana sistem tanggung renteng
5. Kesiapan sistem informasi dan administrasi koperasi alat
ukur
Pelaksanaan 1. Sosialisasi tentang tata nilai dan sistematika Tanggung Renteng pada anggota
2. Aplikasi sistem tanggung rentang dan aturan mainnya dalam kelompok dipandu oleh pengurus/ppl
3. Pembinaan secara berkesinambungan dari pengurus atau ppl dengan materi-materi yang sudah di persiapkan4. Pengelolaan sistem informasi dan administrasi di koperasi
Evaluasi 1. Fase ini lebih dititik beratkan pada penilaian terhadap kendala dan peluang yang menghambat dan mendukung keberhasilan proses dari semua sisi melalui alat ukur yang sediakan, serta pencarian jalan keluar terhadap permasalahan
2. Pada fase ini juga peningkatan SDM petugas selayaknya efisiensi termasuk diantaranya keberadaan sistem informasi maupun administrasi yang diberlakukan
3. Demikian juga dengan muatan materi, diperlukan kajian materi yang diberikan selanjutnya akan diikuti dengan konsep dari perluasan materi yang diarahkan untuk membuka wawasan tentang seluruh sistem kehidupan koperasi
Perbaikan 1. Dalam fase ini kejelian memetakan permasalahan dan antisipasi sangat dibutuhkan
2. Fase ini akan lebih mudah dilakukan kalau pada fase ebvaluasi banyak informasi yang tersampaikan dan jalan keluarnya ditemukan

Berkas presentasi Kowapi dalam Kopdar Pelaku Ekonomi-Koperasi dapat diunduh di sini.

Apakah artikel ini bermanfaat bagi Anda?
YaTidak
ROKOKBET rokokbet ROKOKBET ROKOKBET Slot777 ROKOKBET ROKOKBET situs toto ROKOKBET ROKOKBET ROKOKBET SLOT777 ROKOKBET https://erawanhotel.org/ https://kingpowerbangkok.com/ https://www.vansthailand.com/ https://changinternationalcircuit.com/