- KEMENTERIAN DESA PDTT BERSAMA GEDHE NUSANTARA GELAR PELATIHAN PRODUKSI VIDEO PEMBELAJARAN UNTUK KONTEN KREATOR DESA SERED DAN PAGELAK - 14 Agustus 2024
- Kementerian Desa PDTT Launching Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat Melalui Vokasi Desa - 2 Agustus 2024
- Gedhe Jadi Fasilitator Peningkatan Kapasitas Kader Digital - 3 April 2023
Yayasan Gedhe Nusantara atau biasa disebut Gedhe Foundation tengah mengembangkan dasboard desa peduli buruh migran (desbumi) dalam aplikasi sistem informasi desa. Dasboard ini mendukung kerja pendataan dan perlindungan buruh migran yang sebagian besar berasal dari desa. Dasboard ini memungkinkan publik mengakses informasi tentang buruh migran dalam satu halaman antarmuka.
Inisiatif pengembangan dasboard lahir dari langkanya informasi buruh migran di tingkat desa. Penelitian SARI (2014) menunjukkan minimnya informasi tentang buruh migran di desa menyebabkan warga yang menjadi (calon) buruh migran hanya menerima informasi dari sumber tunggal, yaitu perusahaan maupun calo. Perusahaan maupun calo acapkali memberikan dan menyebarluaskan informasi yang tidak objektif karena mereka ingin mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari aktivitas migrasi para (calon) buruh migran.
Dominasi informasi dari perusahaan maupun calo dapat terjadi akibat lembaga-lembaga pemerintah (baca: pubik) tidak mampu memberikan layanan informasi migrasi secara lengkap dan mudah diakses. Kemampuan lembaga pemerintah dalam mengelola informasi migrasi tertinggal jauh dibanding penetrasi perusahaan maupun calo. Karena itu, SARI merekomendasikan adanya layanan informasi migrasi dari lembaga publik yang paling bawah, yaitu Desa.
Layanan informasi migrasi di tingkat desa menjadi strategi jitu untuk memastikan aktivitas migrasi secara aman dari hulu. Berdasarkan UU No 6 tahun 2014 tentang Desa, pemerintah desa memiliki kewenangan dalam bidang pengelolaan kependudukan. Pengelolaan data migrasi menjadi layanan wajib desa, selain peristiwa kependudukan lainnya seperti kelahiran, kematian, pindah penduduk, dan tamu desa. Pengelolaan data migrasi di desa menjadi tapis penyaringan pertama pada aktivitas migrasi (calon) buruh migran.
Kolaborasi Gedhe dan sejumlah lembaga yang menaruh perhatian besar pada isu buruh migran melahirkan dasbord Desbumi. Dashboar ini membantu pemerintah desa untuk mengelola data migrasi warganya secara mudah. Untuk ujicoba sistem, sejumlah desa di Banyumas, Wonosobo, dan Jember menjadi desa model yang menerapkan dasboard ini. Dashboard menyatu dengan sistem informasi desa sehingga menjadi aktivitas yang wajib pemerintah desa dan tidak memunculkan citra ekslusif atas isu buruh migran.
Pengelolaan data migrasi dapat ditampilkan dalam satu laman di website desa. Selain informasi dapat diakses oleh publik, tampilan satu laman akan memudahkan pengakses informasi migrasi warga. Data migrasi dapat menjadi rujukan bagi (calon) buruh migran untuk memutuskan aktivitas migrasi yang mereka lakukan telah dipersiapkan secara matang. Pengelolaan data migrasi di tingkat desa juga mendekatkan layanan perlindungan buruh migran semakin dekat dengan masyarakat akar rumput.
Untuk membangun komunikasi data antar dashboar maka diperlukan fasilitasi API (Application Programming Interface) pada setiap sistem, baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi, maupun pusat. Pemerintah Indonesia sudah mengadopsi kebijakan data terbuka (open data) sehingga memungkinkan agregasi dan sinkronisasi data dapat dilakukan di setiap level. Contoh, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) memiliki data perusahaan yang memiliki izin untuk melakukan rekruitmen dan penembatan tenaga kerja di luar negeri. Bila Kemenaker menyediakan API dalam sistem mereka, maka perubahan data perusahaan di Kemenaker akan secara otomatis mengupdate data perusahaan di sistem desa.
Dasboard Desbumi berisi lima fasilitas utama. Pertama, informasi negara tujuan migrasi. Fasilitas ini menyajikan data tentang negara, deskripsi negara, standar gaji, kantor imigrasi, kantor kedutaan RI, dan foto. Lewat fasilitas ini, para calon buruh migran dapat mengetahui gambaran umum tentang negara yang akan menjadi tujuan migrasi mereka. Alangkah baiknya, pemerintah mampu mengolah pengalaman-pengalaman migrasi dari warga dalam fasilitas ini. Acapkali pengalaman adalah guru yang terbaik dibanding data-data yang bersifat umum.
Kedua, tata cara pengurusan dokumen pendukung migrasi. Minimnya informasi atas prosedur pengurusan dokumen membuat para calon buruh migran menggunakan jasa perusahaan atau calo dalam mendapatkan dokumen yang dibutuhkan. Pemalsuan identitas acapkali terjadi untuk memuluskan pengurusan dokumen.
Ketiga, laporan statistik aktivitas migrasi yang dilakukan warga desa. Dasboard ini menampilkan grafik dan statistik aktivitas warga desa yang memilih melakukan aktivitas migrasi, termasuk permasalahan yang mereka hadapi.
Keempat, layanan penerimaan pengaduan warga. Ada fasilitas pengaduan melalui telepon maupun formulir bagi warga yang membutuhkan dukungan dari desa. Data yang aduan akan menjadi dasar atas tindakan yang perlu diambil oleh pemerintah desa.
Kelima, sumber-sumber rujukan yang disarankan oleh desa untuk mengakses informasi migrasi secara lebih lengkap dan rinci. Penyediaan sumber rujukan yang tepat, baik lembaga pemerintah maupun komunitas buruh migran, akan mendukung kemampuan literasi (calon) buruh migran semakin baik.
Inisiatif di atas akan semakin bermakna untuk melindungi para (calon) buruh migran bila diadopsi sebagai kebijakan nasional. Pemerintah dapat mengambil langkah cepat karena langkah tersebut sudah mendapatkan dukungan peraturan dan kebijakan yang cukup. Komitmen dan kemauan politik pemerintah menentukan tingkat perlindungan bagi para (calon) buruh migran.
Artikel ini telah dipresentasikan dalam diskusi terbatas Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) pada Rabu, 11 November 2016 di Ruang Rapat Besar Lt 2, Gedung Wantimpres Jalan Veteran III No 2, Jakarta.