Yossy Suparyo
Ikuti:

Pada sejumlah seminar dan pelatihan yang membahas topik piranti lunak sumber terbuka (open source software), kita sering dijejali dengan daftar perbandingan open source dan propertary (baca: Windows). Alih-alih publik bermigrasi, metode itu justru menguatkan posisi open source sebagai piranti lunak alternatif.

Open source atau tepatnya piranti lunak sumber terbuka adalah jenis perangkat lunak yang kode sumber-nya terbuka untuk dipelajari, diubah, ditingkatkan dan disebarluaskan. Karena sifat ini, umumnya pengembangan sistem ini dilakukan oleh suatu paguyuban terbuka yang fleksibel.

Para anggota paguyuban itu bisa bersifat sukarela atau bisa juga pegawai suatu perusahaan yang dibayar untuk membantu pengembangan perangkat lunak itu. Produk perangkat lunak yang dihasilkan ini biasanya bersifat bebas dengan tetap menganut kaidah dan etika tertentu.

Semua perangkat lunak bebas adalah perangkat lunak sumber terbuka, tapi sebaliknya perangkat lunak sumber terbuka belum tentu perangkat lunak bebas, tergantung kaidah yang dipakai dalam melisensikan perangkat lunak sumber terbuka tersebut.

Pengajaran open source dengan cara membandingnya dengan program proprietary (baca: Windows) kadang tak sepenuhnya tepat. Open source merupakan salah satu jenis sistem operasi dan aplikasi yang membantu orang melakukan kerja. Tidak penting membandingkan Photoshop dengan GIMP karena menyarankan aplikasi yang bisa membantu pengguna mengerjakan kerja penyuntingan citra (image manipulator) itu lebih produktif.

Istri saya bekerja di sebuah rumah sakit pemerintah di Jawa Tengah. Dia juga mengajar di sebuah perguruan tinggi yang membuka jurusan medis. Dia pengguna Ubuntu 10.10 yang tidak pernah bertanya apa nama sistem operasi yang digunakan.

Saat dia mau mengetik makalah untuk kegiatan perkuliahan dia menggunakan Open Office. Dia hanya berpikir bagaimana alat itu bisa membantunya, bila ada kesulitan dia bertanya bagaimana cara membuatnya. Setelah kesulitan itu dapat diselesaikan, kerja jalan terus.

Suatu ketika dia berhadapan dengan komputer dengan platform yang berbeda, sebut saja Windows. Pertanyaannya sederhana, mengapa berkas dari komputer yang saya gunakan tidak bisa dibuka di komputer lainnya? Lalu saya bertanya balik, apakah kamu yakin Beckam bisa berbicara denganmu dalam bahasa Banyumasan?

Intinya, perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan tapi pasti ada ruang yang bisa digunakan untuk berkomunikasi antarbudaya. Lalu, di dunia komputer dikenal standar transfer data. Jadi, bila Anda bekerja dalam sistem operasi yang berbeda-beda maka gunakan jenis berkas (file) dengan standar itu, misalnya, untuk berkas teks standar yang digunakan adalah Rich Text Format (RTF), atau txt.

Perdebatan open source lebih unggul dari proprietary menurut saya tidak penting, termasuk sebaliknya. Tempatkan mereka sebagai satu daftar pilihan dalam referensi sistem operasi. Setiap sistem pasti memiliki kekurangan dan kelebihan sendiri-sendiri. Penjelasan yang lebih produktif justru pada legalitas dan nilai tambah apa yang bisa kita dapatkan saat mempergunakan sistem itu.

Persoalan legalitas sangat penting karena menyangkut penegakan hukum. Indonesia memiliki Undang-undang Nomor 19 tahun 2002 yang mengatur tentang perlindungan hak kekayaan intelektual dan hak cipta. Bila Anda menggunakan piranti lunak bajakan jelas bisa dijerat dengan hukum positif, baik Anda tahu maupun tidak tahu. Hukum positif selalu berwatak mengikat setelah diundangkan. Jadi saya menyarankan bila Anda tidak mampu membeli piranti lunak secara legal sebaiknya gunakan open source.

Lalu, bagaimana bila saya punya uang, apakah saya sebaiknya memilih piranti proprietary? Belum tentu, kalau bisa mendapatkan software legal dengan cara gratis, mengapa harus mengeluarkan uang? Jadi, saya tetap menyarankan open source sebab piranti ini bisa didapatkan secara legal dan cuma-cuma.

Bagaimana dengan nilai tambah (add value)? Para pengguna piranti lunak open source bisa terlibat dalam proyek pengembangan sistem. Singkatnya, open source menawarkan dua kesempatan pada penggunanya, (1) sebagai pengguna saja dan (2) terlibat dalam pengembangan sistem. Dua kesempatan ini memungkinkan proses belajar berlangsung terus-menerus.

Sebaliknya, piranti lunak proprietary hanya menawarkan satu pilihan, yaitu sebagai pengguna. Untuk urusan pengembangan sistem, wewenang ada di perusahaan pengembang. Jadi, puncak kejayaan pengguna proprietary adalah menjadi pengguna yang loyal dan tergantung.

Bila Anda masih bisa berpikir waras maka pilihan menggunakan open source jelas bukan sekadar alternatif, tetapi pilihan yang utama. Betul kan?

Apakah artikel ini bermanfaat bagi Anda?
YaTidak