Yossy Suparyo
Ikuti:

IMG_20161114_165838Urusan perlindungan atas buruh migran dan keluarganya perlu mendapat perhatian serius. Setiap tahun, data kasus penipuan, penyekapan, kekerasan hingga pelecehan seksual terus meningkat. Di setiap siklus migrasi—mulai dari perekrutan, pemberkasan, penampungan, keberangkatan, penempatan, saat bekerja, hingga kepulangan—buruh migran rawan menjadi korban. Untuk mengurangi korban maka perlu layanan terpadu lintas sektoral, termasuk desa.

Meski minim jaminan perlindungan dari pemerintah, sektor buruh migran menjadi salah satu penopang laju ekonomi masyarakat Indonesia. Perlindungan buruh migran seharusnya dimulai dari hulu, yaitu desa. Desa merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan penempatan dan perlindungan pekerja Indonesia di luar negeri. UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri dan UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan memberikan wewenang pada pihak desa untuk terlibat dalam legalisasi dokumen dan pengawasan pemberangkatan.

Pada urusan perlindungan buruh migran, kita menjumpai fakta bahwa sebagian besar pemerintah desa tidak memiliki data warga yang bekerja di luar negeri. Kondisi itu terjadi karena prosedur migrasi tenaga kerja tidak melibatkan desa. Pemerintah desa juga tidak memiliki sistem dan petunjuk teknis untuk memeriksa kesahihan dokumen-dokumen. Akibatnya, banyak tindak pemalsuan dokumen dalam pemberangkatan buruh migran ke luar negeri. Kondisi ini mencerminkan tata kelola pemerintahan dan pelayanan buruh migran yang perlu dibenahi.

Modul ini mengurai permasalahan kewenangan desa dalam perlindungan buruh migran dan strategi menyusun kebijakan pelayanan dan perlindungan buruh migran di tingkat desa. Modul ini dapat menjadi bahan bacaan bagi pemerintah desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), organisasi buruh migran, lembaga swadaya masyarakat untuk menginisiasi Desa Migrasi Aman.

UNDUH: Modul Kewenangan Desa dalam Perlindungan Buruh Migran

Apakah artikel ini bermanfaat bagi Anda?
YaTidak